Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan secara Diplomasi
Guru Onlineku - Perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia tidak hanya dilakukan melalui perjuangan fisik, tetapi juga melalui perjuangan secara diplomasi atau melalui perundingan-perundingan, seperti Perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville, Perjanjian Roem Royen, dan Konferensi Meja Bundar.
1. Perjanjian Linggarjati (15 November 1946-25 Maret 1947)
Perjanjian Linggarjati adalah perundingan
antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan
persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Perjanjian tersebut ditandatangani
secara sah oleh kedua negara pada 25 Maret 1947.
Hasil Perundingan:
1. Belanda mengakui secara de facto wilayah
Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatra dan Madura.
2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3. Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk
negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
4. Dalam bentuk RIS, Indonesia harus tergabung
dalam Commonwealth/ Persemakmuran. Perjanjian Linggarjati ini menimbulkan pro
dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia.
Pelanggaran Perjanjian
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak
berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook
akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini. Pada
tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I.
2. Perjanjian Renville (8 Desember 1947 – 17 Januari 1948)
Perjanjian ini dilakukan antara Indonesia
dan Belanda. Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas
kapal perang Amerika Serikat (USS Renville), yang berlabuh di pelabuhan Tanjung
Priok, Jakarta.
Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947. Perundingan ini ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), yaitu Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh R. Abdul Kadir Widjojoatmodjo.
Hasil Perundingan:
1. Belanda hanya mengakui Jawa Tengah,
Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian wilayah Republik Indonesia.
2. Disetujuinya sebuah garis yang memisahkan
wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda.
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah
kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.
3. Perjanjian Roem-Roijen (14 April 1949 - 7
Mei 1949)
Perjanjian ini dimulai pada tanggal 14 April
1949 dan ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Nama
perjanjian ini diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman
van Roijen.
Tujuan perjanjian ini adalah untuk
menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum KMB di
Den Haag.
Hasil Pertemuan:
1. Angkatan bersenjata Indonesia akan
menghentikan semua aktivitas gerilya. Pemerintah Republik Indonesia akan
menghadiri KMB.
2. Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan
ke Yogyakarta.
3. Angkatan bersenjata Belanda akan
menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang
4. Konferensi Meja Bundar (23 Agustus 1949 - 2
November 1949)
Sebagai tindak lanjut Perundingan Roem
Roijen adalah dilaksanakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda. Dalam
perundingan ini delegasi Indonesia oleh Drs. Moh. Hatta dan delegasi BFO (Badan
Musyawarah Negara-negara Federasi) dipimpin oleh Sultan Hamid II, dan Belanda
dipimpin oleh Mr. Van Maarseveen. Sementara UNCl dipimpin oleh Chritchley.
Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB):
1. Belanda mengakui RIS sebagai negara merdeka
dan berdaulat.
2. Status Irian Barat diselesaikan dalam waktu
setahun sesudah pengakuan kedaulatan.
3. Akan dibentuk Uni Indonesia- Belanda.
4. RIS mengembalikan hak milik Belanda dan
memberikan hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
5. Pengambilalihan utang Hindia Belanda oleh
Republik Indonesia Serikat.